Sejarah Ganja di Thailand (II)

Banyak sumber yang mengaitkan revolusi pemuda tahun 1960-an yang terkenal dengan sebutan “Gerakan Hippy”, merupakan reaksi atas kekecewaan publik secara besar-besaran terhadap pemerintah AS atas keterlibatan militernya di Vietnam. Gerakan Hippy dan penggunaan ganja dapat langsung ditelusuri ke reaksi budaya pada perang Vietnam. Namun, ada transmisi budaya lebih langsung terhadap penggunaan marijuana untuk kebutuhan rekreasi. Transmisi langsung itu adalah hasil dari efek gabungan dari tentara AS yang pulang kenegaranya dengan keuntungan manis dari perdagangan gelap ganja. Permintaan pasar model baru dan jalur distribusi modern memberikan kontribusi yang mendorong popularitas ganja dalam budaya AS.

Pengaruh Budaya Amerika di Thailand
Dari tahun 1960-an sampai dengan 1988, salah satu kartel paling sukses di dunia narkoba dioperasikan dari Bangkok, yaitu pengiriman ratusan ton “Thai stick” secara global. Divisi intelijen Drug Enforcement Administration (DEA) dalam laporannya tahun 2001 mengungkapkan bahwa Thailand adalah kultivator dan produsen ganja terbesar di Asia Tenggara di tahun 1970-an dan 1980-an. Pada saat itu, Thai Stick tercatat sebagai salah satu bentuk yang paling umum dari ganja yang ditemukan di Thailand.
Thai Stick

Pengaruh pergaulan dengan tentara AS di Vietnam terlihat dengan jelas dalam kosakata bahasa gaul AS. Kata-kata seperti “bookoo” (berasal dari kata beaucoup yang merupakan istilah Vietnam atau Perancis untuk “banyak” atau “sangat banyak”), “boondocks”, “BUF” (a B-52 aircraft), “Check it out”, “SNAFU” and “R&R” (rest and recreation) untuk cuti tahunan dan liburan rekreasi yang diambil selama satu tahun selama bertugas. Cara menghisap ganja dengan pipe (pipa) disebut dengan istilah “shotgun”. Istilah ini berasal dari nama senapan militer AS yang digunakan pada waktu perang Vietnam. Kata yang paling sering digunakan yaitu, “bong.” Istilah ini juga berasal dari tentara AS di Vietnam. Kata “bong” diyakini berasal dari kata “baung” yang digunakan untuk menggambarkan pipa kayu silinder, tabung, atau wadah yang terbuat dari batang bambu. Penggunaan bong untuk menghisap ganja tercatat pertama kali di Marijuana Review edisi Januari 1971. Bong bambu sampai sekarang masih menjadi item wisata yang populer dan dijual di toko-toko suvenir di seluruh Thailand.

Kehadiran tentara AS selama perang Vietnam meninggalkan pengaruh abadi dalam sejarah politik Thailand. Pengaruh Amerika di Thailand paling terlihat dalam sejarah kebijakan narkotika di Thailand dan beberapa perjanjian internasional seperti perjanjian Ekstradisi AS – Thailand.
 
Sejarah Hukum Cannabis di Thailand
Dalam sejarah besar yang tercatat di Thailand dan seperti juga di negara lain, Thailand tidak memiliki undang-undang yang melarang penggunaan dan kepemilikan ganja. Hal ini mulai berubah pada awal abad 20. Sebagai salah satu penandatangan asli League of Nations International Opium Convention of 1912 (Konvensi Opium Internasional 1912), Thailand yang pada waktu itu bernama Siam, memberlakukan undang-undang anti-narkoba yang memungkinkannya untuk menerima hibah bantuan internasional yang berupa pinjaman dan keuntungan fasilitas lainnya. Kegagalan dalam mematuhi perjanjian tersebut bisa berakibat fatal bagi negara yang menandatanganinya.
Indian Hemp

Dalam mematuhi isi perjanjian dalam konvensi, Thailand memperkenalkan UU Anti-Narkotika pada tahun 1912. UU Narkotika BE 2465 meletakkan dasar bagi undang-undang narkoba di Thailand sampai saat ini.
Sebagai dasar perjanjian, Thailand juga diwajibkan untuk mematuhi amandemen USA tahun 1928. Amandemen ini mewajibkan negara-negara penandatangan untuk melarang ekspor Indian Hemp dan melarang penggunaannya.

Pada tahun 1937 Perdana Menteri Thailand, Jenderal Phot Phahonyothin, mengkriminalkan ganja dengan membuat UU yang pertama di negara itu yang secara khusus menargetkan ganja, yaitu UU Marijuana BE 2.477 (1937).

Pada pasal 5, 6 dan 9 dalam UU Marijuana mengamanatkan bahwa siapapun yang menanam atau memiliki biji ganja, baik yang di impor atau ganja yang di ekspor, akan dikenakan hukuman penjara sampai satu tahun, atau denda paling banyak Bht 500 atau sekitar $16,50.

Pada pasal 7, 8, dan 10 dari UU tersebut menetapkan hukuman penjara tidak lebih dari enam bulan atau denda paling banyak Bht 200 atau sekitar $ 6,62 bagi mereka yang tertangkap memiliki, membeli, menjual atau menggunakan ganja. Mereka yang sudah menanam ganja sebelum UU itu disahkan diberi waktu satu tahun untuk memanen dan membuang tanaman mereka.

Meskipun Marijuana Act B.E. 2.477 tidak menentukan jumlah yang spesifik untuk setiap pelanggaran, Commodities Control Act B.E. 2495 tahun 1952 memungkinkan pemerintah untuk mengatur semuanya.


Bersambung…

  #sitomgum | http://x.co/p7qm

0 komentar: