Teknologi informasi dan komunikasi
telah berkembang demikan pesat di awal Milenium III ini. Era Cyber
telah melahirkan internet yang membawa fenomena baru di bidang media
massa. Dewasa ini, revolusi media massa telah melahirkan media baru yang
biasa disebut sebagai media sosial.
Media sosial adalah sebuah media online, dimana para pengguna dapat
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi. Media sosial
meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog,
jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum
digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai
"sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas
dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , yang memungkinkan penciptaan dan
pertukaran user-generated content".
Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial:
Pertama,
Proyek Kolaborasi yaitu website yang mengijinkan user dapat mengubah,
menambah, ataupun remove konten yang ada di website. Contoh media ini
adalah wikipedia.
Kedua, Blog dan Microblog, dimana user lebih bebas
mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti ‘curhat’ ataupun mengritik
kebijakan pemerintah. Contoh media ini adalah twitter.
Ketiga, Konten, yaitu web dimana para user dari
pengguna website ini saling share konten media, baik video, e-book,
gambar, dan lain-lain. Contohnya youtube.
Keempat, Situs Jejaring Sosial, yaitu aplikasi yang
mengijinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi
pribadi, sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi pribadi
itu bisa seperti foto-foto. Contoh jejaring sosial adalah facebook.
Kelima, Virtual Game World, yaitu dunia virtual, yang
mengreplikasikan lingkungan 3D, dimana user bisa muncul dalam bentuk
avatar-avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain
selayaknya di dunia nyata. Contohnya game online.
Keenam, Virtual Social World, yaitu dunia virtual
dimana penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual
game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, Virtual Social World
lebih bebas dan lebih ke arah kehidupan. Contohnya second life.
Varian media sosial demikian beragam, sehingga masyarakat dapat
mengakses dengan mudah dan memanfaatkannya untuk interaksi sosial.
Demikian mudah interaksi sosial dijalin melalui media sosial, maka
komunikasi dua arah ini bisa menjadi bersifat privat maupun terbuka.
Pada ruang komunikasi yang bersifat terbuka, sering tidak disadari bahwa
ada norma-norma yang mengikat interaksi tersebut.
Salah satu norma yang berimplikasi pada ruang sengketa adalah norma
hukum. Keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 310 Ayat (1)
juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), pada dasarnya menjadi rambu-rambu dalam interaksi
sosial melalui internet. UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum
atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik
transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur
berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. Sementara
dalam KUHP, khususnya Pasal 310 Ayat (1), juga diatur masalah pencemaran
nama baik.
Setidaknya ada 2 (dua) kasus yang sudah dijerat dengan UU ITE, yaitu
Kasus Prita Mulyasari dan Kasus Yogi Santani. Prita Mulyasari didakwa
dengan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang ITE tentang pencemaran nama baik
lewat dunia maya. Berawal dari rasa kecewa Prita atas pelayanan RS Omni
Internasional yang ditumpahkan melalui email dan disebarkan melalui
mailing list. Berita kecewa itu menyebar dari satu email ke email
lainnya dan dari milis A ke milis B, hingga akhirnya terbaca oleh pihak
RS. Omni. Penyelesaian yang ditempuh dari pihak RS. Omni adalah
memperkarakan Prita dengan delik aduan pencemaran nama baik.
Prita Mulyasari dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) yang bunyi
selengkapnya : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Pada Kasus Yogi Sentani, penyidik Mabes Polri menuduh Yogi melanggar
Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat (1) UU ITE. Ancaman pidana pasal itu di atas
lima tahun. Yogi diduga menyebarkan foto korban Sukhoi Superjet 100 di
Cijeruk Gunung Salak, beberapa waktu lalu, yang ternyata foto tersebut
adalah korban tragedi pesawat di India pada tahun 2010. Penyebaran foto
itu berdampak pada kejiwaan keluarga korban
yang masih menunggu proses
evakuasi dari tempat kejadian.
Pasal 35 UU ITE menyebutkan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen
elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”. Pasal 51
Ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12
tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar”.
Dari kasus-kasus di atas, para pengguna media sosial perlu hati-hati
dalam berkomunikasi melalui internet. Sosialisasi UU ITE harus terus
menerus dilakukan, supaya publik memahami aturan hukum yang menjadi
rambu dalam interaksi sosial di ruang maya. Pengguna media sosial sangat
beragam. Mulai dari usia anak-anak hingga orang dewasa. Di Indonesia
sendiri, didasarkan pada rilis data www.checkfacebook.com per tanggal
20 Juli 2012, sebanyak 44.074.560 juta penduduk menggunakan facebook.
Hal ini menempatkan Indonesia pada urutan keempat di dunia dalam
penggunaan facebook setelah Amerika, Brasil, dan India.
Sementara, dalam urutan pengguna twitter, menurut data yang dilansir
dari situs semiocast.com, Indonesia berada di urutan kelima setelah
Amerika Serikat, Brazil, Jepang, dan Inggris dengan pengguna sekitar
19,5 juta. Berdasarkan data yang dikeluarkan salingsilang.com dan
aworldoftweets.com per tanggal 20 Juli 2012, orang Indonesia
menghasilkan 1,3 juta kicauan (tweet) per hari dan menduduki posisi
ketiga setelah Amerika dan Brazil dengan persentase sekitar 11,07%.
Demikian signifikan jumlah pengguna media sosial di Indonesia, maka
peringatan hati-hati harus senantiasa disosialisasikan, termasuk pada
kalangan remaja. Diasumsikan, pengguna media sosial di kalangan remaja
cukup signifikan jika dikaitkan dengan karakteristik kelompok usia
remaja. Oleh sebab itu, potensi pelanggaran hukum pada kelompok usia
remaja dalam pemanfaatan media sosial juga signifikan. Apalagi belum
semua pengguna media sosial menggunakan secara baik. Bahkan, media
sosial ditengarai kerap digunakan sebagian orang atau kelompok tertentu
untuk mencerca dan mencemarkan nama baik orang lain.
Pada konteks pemanfaatan media sosial, user dituntut hati-hati dalam
menggunakan media sosial pada ruang interaksi. Agar tidak
kontra-produktif, pengguna media sosial harus menyadari ada ketentuan
perundang-undangan yang mengatur berbagai perlindungan hukum atas
kegiatan yang memanfaatkan media sosial.
#sitomgum | http://x.co/q4EA
0 komentar: